Tragedi Runtuhnya Pesantren Al-Khoziny Sidoarjo 2025: Penyebab, Tanggung Jawab & Reformasi Bangunan Sekolah Islam

runtuhnya pesantren

Kronologi Kejadian & Fakta Terungkap

Kejadian runtuhnya pesantren Al-Khoziny Sidoarjo 2025 menjadi salah satu tragedi nasional yang mengguncang publik Indonesia. Pada 29 September 2025, bangunan dua lantai sekolah pesantren tersebut mendadak ambrol saat para santri sedang menjalankan salat Zuhur di ruang utama. Akibatnya, ratusan orang tertimpa reruntuhan. Al Jazeera+2The Guardian+2

Operasi pencarian dilakukan selama lebih dari seminggu. Tim gabungan Basarnas, BNPB, kepolisian, TNI, serta relawan lokal bekerja keras membersihkan puing-puing dan mengevakuasi korban. Al Jazeera+1 Akhirnya, pada 7 Oktober 2025, operasi SAR dihentikan dengan total korban meninggal lebih dari 60 orang, dan banyak luka-luka serius. Al Jazeera+2The Guardian+2

Banyak laporan menyebut bahwa bangunan aslinya dibangun dua lantai, kemudian ada perluasan dua lantai tambahan yang tidak sesuai izin dan struktur. Hal ini diperparah dengan penggunaan material dan konstruksi yang diduga tidak memenuhi standar. Al Jazeera+1

Tragedi ini menimbulkan kemarahan publik, duka mendalam di masyarakat sekitar, serta sorotan atas regulasi bangunan sekolah Islam (pesantren) yang selama ini kurang terekam dalam izin bangunan dan pengawasan.

Dalam artikel ini akan dibahas secara mendalam penyebab struktural tragedi, dimensi tanggung jawab institusional, dampak sosial & psikologis, perlunya pembaruan regulasi konstruksi sekolah, serta rekomendasi agar kejadian serupa tidak terulang.


Penyebab Struktural Runtuhnya Bangunan & Dugaannya

Untuk memahami runtuhnya pesantren Al-Khoziny Sidoarjo 2025, perlu kita telaah kemungkinan penyebab struktural dan kesalahan dalam proses konstruksi:

Perluasan Ilegal Tanpa Izin & Beban Bangunan

Laporan awal menyebut bahwa bangunan pesantren tersebut awalnya dua lantai, kemudian secara bertahap diperluas menjadi empat lantai tanpa izin resmi. Hal ini menimbulkan beban tambahan pada pondasi dan struktur utama yang sebelumnya tidak didesain untuk beban berat. Al Jazeera+1

Data dari Kementerian Pekerjaan Umum menyebut bahwa dari ribuan pesantren di Indonesia, hanya sebagian kecil yang memiliki izin bangunan resmi dan diperiksa standar kekuatan struktur. Banyak pesantren dibangun dengan dana umat dan swadaya lokal tanpa konsultasi insinyur sipil profesional. The Guardian

Saat perkuat lantai atas ditambahkan (misalnya beton tambahan, kolom lanjutan), kemungkinan pondasi lama tidak cukup kuat — sehingga beban vertikal, geser, dan momen lentur meningkat drastis. Tanpa evaluasi struktural ulang, risiko runtuh jadi tinggi.

Kualitas Material & Pelaksanaan Konstruksi Kurang Standar

Material bangunan yang digunakan kemungkinan tidak memenuhi standar mutu: beton dengan mutu rendah, baja tulangan tak sesuai spesifikasi, kualitas pasir atau agregat bercampur lemah, atau sambungan kolom-balok yang kurang kokoh.

Beberapa laporan mengindikasikan bahwa pengerjaan struktur atas dilakukan semalaman atau oleh tukang lokal tanpa pengawasan profesional yang memadai. Kompensasi mutu dan prosedur curing beton mungkin diabaikan.

Sambungan struktur (kolom-balok) yang lemah atau sambungan dinding penahan tidak dirancang untuk beban lateral (gempa, getaran) juga bisa memicu kebocoran retak atau pergerakan kecil yang menimbulkan kerusakan makin parah.

Fondasi Tidak Memadai & Tanah Ambang

Pesantren berdiri di wilayah Sidoarjo, Jawa Timur — kawasan yang secara geologis bisa memiliki tanah lunak atau tingkat kejenuhan air tanah tinggi. Apabila fondasi tidak dirancang untuk kondisi tanah lokal atau tidak ada uji tanah (soils test), fondasi bisa luluh atau terjadi konsolidasi tidak merata.

Penambahan beban atas pada bangunan tanpa memperhatikan daya dukung tanah bisa menyebabkan penurunan diferensial pondasi (settlement) atau pergeseran pondasi sehingga struktur kehilangan integritas.

Pemeliharaan & Deteksi Retak Awal Tidak Dilakukan

Setelah konstruksi awal, bangunan perlu pemeliharaan rutin: pengecekan retak, korosi tulangan, dampak kelembapan, dan perawatan dinding. Bila pemantauan retak, kontrol getaran, dan perawatan struktural tidak dilakukan, retak kecil bisa berkembang dan memperlemah struktur.

Tidak ada sistem inspeksi berkala yang mewajibkan sekolah untuk evaluasi kondisi bangunan (misalnya setiap lima tahun) — terutama sekolah pesantren kecil yang tidak mendapat pengawasan dari otoritas sipil.

Pengaruh Gempa & Getaran Lokal

Bahkan gempa ringan lokal atau getaran dari aktivitas sekitarnya (truk berat, mesin industri) bisa mempercepat kerusakan struktural pada bangunan yang sudah lemah. Dalam catatan, pada 30 September 2025 terjadi gempa magnitudo 6,0 di Jawa Timur sekitar Sumenep yang getarannya sampai ke wilayah Jawa Timur, Bali. Wikipedia

Getaran tersebut bisa memperburuk retak mikro yang sudah ada di struktur, mempercepat kegagalan sambungan atau tulangan. Kombinasi beban tambahan + getaran lokal bisa menjadi pemicu runtuh mendadak.

Dengan berbagai faktor ini, tragedi runtuhnya pesantren bukan karena satu penyebab, melainkan kombinasi kegagalan struktural, regulasi yang longgar, konstruksi tak profesional, dan kurangnya pengawasan berkala.


Tanggung Jawab Institusional & Pertanggungjawaban

Kejadian ini menimbulkan pertanyaan penting: siapa yang bertanggung jawab? Berikut analisis tanggung jawab dari berbagai pihak:

Pengelola Pesantren & Pemilik Bangunan

Sebagai pemilik bangunan, pengelola pesantren memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan bangunan aman, terukur, dan sesuai izin. Jika mereka melakukan perluasan tanpa izin dan tanpa konsultasi teknis, maka mereka patut dipertanyakan tanggung jawabnya — baik moral maupun hukum.

Pengelola seharusnya melakukan audit struktural ketika merencanakan perubahan bangunan dan bertanggung jawab atas keandalan desain dan konstruksi.

Pihak Arsitek, Insinyur & Kontraktor

Arsitek dan insinyur yang mendesain bangunan harus bertanggung jawab atas perhitungan beban, kekuatan struktur, dan keamanan bangunan. Bila perencanaan dilakukan tanpa rekayasa struktural profesional atau tanpa mempertimbangkan peningkatan beban, mereka juga memiliki tanggung jawab profesional.

Kontraktor dan tukang pelaksana pun harus bertanggung jawab menjalankan konstruksi sesuai spesifikasi desain dan mutu material. Jika standar konstruksi dilanggar, mereka harus dimintai pertanggungjawaban.

Pemerintah Daerah & Instansi Pengawas Bangunan

Pemerintah daerah (kabupaten/kota) dan instansi terkait (Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Cipta Karya, Dinas Pendidikan) memiliki tanggung jawab regulasi: mengeluarkan izin bangunan, melakukan inspeksi, dan memastikan sekolah (termasuk pesantren) mematuhi standar bangunan.

Jika izin tidak diawasi atau rekomendasi inspeksi dilakukan hanya sebatas formalitas, pemerintah daerah ikut memiliki tanggung jawab. Pengawasan konstruksi dan audit bangunan sekolah harus menjadi bagian dari tugas instansi lokal.

Kementerian & Lembaga Nasional

Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Agama (yang membina pesantren), dan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan harus memiliki standar nasional bangunan sekolah — termasuk sekolah agama — serta sistem audit nasional terhadap kondisi bangunan.

Jika regulasi nasional tidak memuat kewajiban inspeksi struktural sekolah atau tidak ada sistem pemantauan, tanggung jawab regulasi berada pada kementerian terkait.

Penegakan Hukum & Pengadilan

Jika penyelidikan menemukan bahwa kasus ini melibatkan pelanggaran izin, kelalaian profesional, atau cacat konstruksi yang menyebabkan kematian, maka pihak-pihak yang bertanggung jawab bisa dituntut pidana atau perdata. Hukum pidana untuk kelalaian yang mengakibatkan kematian, serta gugatan perdata terhadap ganti rugi korban dan keluarga harus tersedia sebagai jalur pertanggungjawaban.

Adanya sanksi hukum terhadap pengabaian izin dan keselamatan publik menjadi bagian penting agar tragedi semacam ini tidak sia-sia.


Dampak Sosial, Psikologis & Kepercayaan Publik

Kejadian runtuhnya pesantren Al-Khoziny Sidoarjo 2025 membawa luka mendalam dan dampak berkelanjutan di masyarakat:

Trauma & Psikologi Korban & Warga Sekitar

Santri yang selamat, keluarga korban, serta warga sekitar menghadapi trauma mendalam—ketakutan terhadap gedung, kekhawatiran terhadap keselamatan sekolah lain, dan stres psikologis. Banyak yang mungkin memerlukan konseling psikologis jangka panjang.

Juga ada dampak sosial psikologi terhadap komunitas pesantren: reputasi lembaga ternodai, pertanyaan kepercayaan dari wali santri baru, dan ketidaknyamanan masyarakat sekitar.

Kehilangan Nyawa & Dampak Keluarga

Korban meninggal dan luka-luka serius sebagian besar masih remaja dan anak muda. Kematian ini adalah kehilangan produktivitas masa depan dan beban bagi keluarga dalam pemakaman, pengobatan, serta kehilangan sumber pendapatan santri yang membantu ekonomi keluarga.

Ketidakpercayaan & Krisis Reputasi Lembaga Pendidikan Islam

Sekolah Islam (pesantren) selama ini dianggap aman dan mulia. Tragedi ini bisa menciptakan keraguan publik terhadap keamanan bangunan pesantren di daerah lain — orang tua mungkin ragu menyekolahkan anak ke pesantren jika keamanan bangunan tidak ditjamin.

Kepercayaan masyarakat terhadap regulasi bangunan sekolah agama menjadi sorotan, dan tekanan publik agar pesantren lainnya cepat diperiksa dan diperkuat menjadi krusial.

Mobilisasi Sosial & Tekanan Politik

Tragedi ini kemungkinan akan memicu protes lokal terhadap pengelola pesantren, pemerintah daerah, dan instansi pengawas. Masyarakat bisa menuntut audit lebih luas, inspeksi struktural sekolah agama lain, dan reformasi regulasi bangunan sekolah.

Tekanan politik bisa muncul agar kasus ini tidak tutup buku — aktor politik dan media akan menyorot sejauh mana respons pemerintah dan keadilan bagi korban.


Urgensi Reformasi Regulasi Bangunan Sekolah Islam & Pendidikan Keamanan Bangunan

Tragedi ini menegaskan bahwa regulasi bangunan sekolah, khususnya pesantren, harus diperbarui dan diperketat. Berikut rekomendasi reformasi regulasi:

Standar Bangunan Sekolah Nasional & Kewajiban Audit Struktural

Perlu ada regulasi nasional yang mengharuskan setiap sekolah (termasuk pesantren) memiliki izin bangunan struktural yang diuji profesional, dan audit struktural rutin (misalnya tiap 5–10 tahun). Tanpa audit berkala, degradasi struktur bisa luput.

Standar konstruksi harus disesuaikan dengan standar gempa, beban lokal, dan kondisi tanah. Semua sekolah harus memenuhi persyaratan minimal untuk keamanan struktural.

Sistem Perizinan & Pengawasan Bangunan Pesantren

Pesantren harus masuk dalam sistem perizinan bangunan nasional (tidak lagi “luar kontrol” karena lembaga swadaya umat). Izin pembangunan harus melalui instansi teknik sipil dan Dinas Bangunan daerah.

Pengawasan konstruksi juga harus dilakukan oleh inspektur bangunan profesional — bukan sekadar pemeriksaan administratif — termasuk pemeriksaan material, sambungan struktur, uji beban, dan pengujian kualitas beton.

Dana Khusus Perbaikan & Insentif Keamanan Bangunan

Pemerintah pusat atau daerah bisa menyediakan dana hibah atau pinjaman lunak untuk perbaikan struktur sekolah yang tidak aman, sehingga sekolah kecil atau pesantren swadaya punya sarana memperkuat bangunan mereka.

Insentif pajak atau bantuan teknis bisa diberikan jika sekolah melakukan audit struktural dan renovasi keamanan.

Transparansi & Public Registry Bangunan Sekolah

Data bangunan sekolah (termasuk izin, hasil inspeksi, status keamanan) harus masuk ke database publik yang dapat diakses masyarakat. Dengan transparansi, warga bisa memantau status keamanan sekolah di wilayah mereka.

Pendidikan Kesadaran & Pelatihan Manajemen Sekolah

Pengelola sekolah, kepala pesantren, dan komite sekolah perlu memperoleh pelatihan keamanan bangunan, pengenalan retak struktural, pemantauan rutin, dan kewaspadaan terhadap peringatan konstruksi.

Sanksi Tegas atas Pelanggaran Bangunan

Jika sebuah sekolah dibangun tanpa izin atau tanpa audit struktural, harus ada sanksi administratif — seperti pemaksaan perbaikan, pembekuan operasional, atau pencabutan izin operasional. Jika pelanggaran menyebabkan kematian, pun harus dikenai sanksi pidana sesuai hukum bangunan dan keselamatan publik.

Kolaborasi Institusi & Standar Internasional

Regulasi harus selaras dengan kode bangunan internasional (misalnya SNI — Standar Nasional Indonesia, ISO, dan standar bangunan tahan gempa). Kolaborasi dengan institusi teknik sipil nasional dan asosiasi konstruksi penting agar regulasi relevan teknisnya.


Pelajaran & Studi Banding Internasional

Kasus seperti runtuhnya sekolah bukanlah unik di Indonesia. Beberapa peristiwa di dunia bisa menjadi pembelajaran:

  • Bangladesh & runtuhnya pabrik Rana Plaza (2013): bangunan kantor/pabrik yang ditambah tanpa izin runtuh, menyebabkan lebih dari 1.100 korban. Pelajaran: audit struktural, regulasi keamanan bangunan, pemantauan rutin sangat penting.

  • Nepal & gempa sekolah: banyak sekolah runtuh saat gempa karena tidak dirancang tahan gempa — reformasi standar bangunan sekolah di Nepal kemudian meningkat.

  • Turki & sekolah gempa 1999: pembongkaran sekolah yang tidak tahan gempa dan regulasi ulang konstruksi sekolah menjadi agenda nasional.

Dari kisah tersebut, penting bagi Indonesia untuk menerapkan regulasi bangunan sekolah yang tidak hanya administratif, tetapi juga teknis dan audit berkala agar keselamatan anak didik menjadi prioritas utama.


Prediksi & Isu Ke Depan

Menilik dampak tragedi runtuhnya pesantren Al-Khoziny Sidoarjo 2025, berikut prediksi dan isu ke depan:

  • Pemerintah kemungkinan melakukan inspeksi massal sekolah dan pesantren seluruh Indonesia, terutama yang bangunannya lama, rawan gempa, atau belum memiliki izin bangunan.

  • Tekanan publik akan memaksa lembaga agama dan pendidikan untuk memperkuat keamanan fisik bangunan, mempercepat renovasi, dan audit struktural.

  • Beasiswa atau program renovasi bangunan sekolah mungkin menjadi prioritas kebijakan pendidikan ke depan.

  • Kasus hukum atas pihak yang bertanggung jawab (pengelola pesantren, insinyur, kontraktor, pemerintah daerah) kemungkinan akan muncul sebagai perkara publik.

  • Reputasi lembaga pesantren dan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan sekolah agama harus dikelola dengan transparansi dan komunikasi publik.


Penutup

Tragedi runtuhnya pesantren Al-Khoziny Sidoarjo 2025 adalah tragedi yang menyayat — bukan sekadar kehilangan jiwa, tetapi panggilan keras agar regulasi keamanan bangunan sekolah agama diperbaiki secara sistemik. Anak-anak, santri, dan masyarakat berhak belajar dalam bangunan yang aman, bukan mempertaruhkan nyawa untuk sistem pendidikan.

Reformasi regulasi, audit struktural, transparansi publik, dan komitmen tanggung jawab kolektif menjadi kewajiban negara dan masyarakat. Semoga tragedi ini menjadi momentum perubahan — agar tidak ada lagi sekolah yang runtuh, dan generasi mendatang bisa belajar dengan aman dan tenang.